Jihad Harta melalui BMT Al-Hakim

Kata Jihad di kalangan awam saat ini masih banyak di tafsirkan sebagai perang bersenjata sehingga terkesan menyeramkan bahkan menjadi inspirasi bagi segolongan kaum radikal untuk melakukan perbuatan teror dengan dalih untuk kepentingan perjuangan agama Islam. Namun dalam hal lain, kata Jihad berarti juga Sungguh - Sungguh dan menurut mazhab Hanafi, jihad adalah mencurahkan pengorbanan dan kekuatan untuk berjuang di jalan Allah, baik dengan jiwa, harta benda, lisan dan sebagainya. Menurut mazhab Maliki, jihad berarti peperangan kaum Muslim melawan orang-orang kafir dalam rangka menegakkan kalimat Allah hingga menjadi kalimat yang paling tinggi. Para ulama mazhab Syafi’i juga berpendapat bahwa jihad berarti perang di jalan Allah.

Untuk mendukung perkembangan BMT – Alhakim sebagai lembaga ekonomi mikro yang berbasis Syariah dan telah berperan dalam membangun ekonomi ummat di sekitar BSD, maka sangat dinantikan peran para syuhada untuk ikut berpartisipasi dalam hal :

· Menabung di BMT, yaa … minimal Rp. 100.000,- / bulan

· Atau Berinvestasi Deposito Bagi Hasil, minimal Rp. 1.000.000,-

· Jika tidak bisa menabung atau berinvestasi, percayakan pada BMT – Alhakim untuk membayar kebutuhan bulanan seperti PLN, Telkom / Spedy, Telkomsel, Pulsa isi ulang atau tarik tunai ATM bersama.

· Atau jika butuh dana, kami juga menyediakan Jasa Gadai Emas ( Rahn ), yang administrasinya jauh lebih murah dari Perum Pegadaian

· Dan yang paling kami nantikan adalah Zakat Harta / Zakat Profesi yang dapat di salurkan melalui BMT Al-Hakim. Karena bila hal ini terwujud maka peranan Baitul Maal yang di sandang pada nama BMT ( Baitul Maal Wat Tamwil ) saat ini akan tercapai dari hasil pengumpulan Zakat tersebut. Sehingga peranan Wat Tamwil seperti tabungan atau investasi deposito bagi hasil hanya sebagai pelengkap layanan saja. Otomatis bila dana kumpulan Zakat bisa terkumpul maksimal, dana pinjaman Qordh ( pinjaman sosial ) bisa diperluas untuk tujuan pengentasan kemiskinan, pengentasan kebodohan dan kesehatan, tanpa harus membebankan masyarakat dengan biaya margin atau bagi hasil dari dana yang di pinjamkan sebagaimana saat ini berlangsung karena dana Baitul Maal yang di terima setiap bulan hanya dari pedagang sayur / pedagang pasar modern yang rata – rata Rp. 400 ribu / bulan dan alhamdulillah telah tersalurkan dengan baik setiap bulan.

Dengan tulisan ini dapat menggugah Bapak / Ibu untuk ikut berjihad harta melalui BMT – Alhakim dan semua kepercayaan yang di amanahkan kepada kami, Insya’ Allah, dapat di laksanakan dengan baik karena semuanya dibangun atas dasar takut kepada Allah dan hari akhirat. Tentu saja hal ini tidak akan ada pada Lembaga keuangan Konvensional yang menerapkan system riba.


Wallahu A’lam Bishshowab

BANK SYARIAH vs KONVENSIONAL

By : RF. Pohan

Fatwa MUI tentang : Bermu’amallah dengan lembaga keuangan konvensional :

1. Untuk wilayah yang sudah ada kantor/jaringan lembaga keuangan Syari’ah dan mudah di jangkau,tidak di bolehkan melakukan transaksi yang di dasarkan kepada perhitungan bunga.
2. Untuk wilayah yang belum ada kantor/jaringan lembaga keuangan Syari’ah,diperbolehkan melakukan kegiatan transaksi di lembaga keuangan konvensional berdasarkan prinsip dharurat/hajat.

Dari fatwa MUI tersebut di atas sudah selayaknya kita berpikir agar segera bertindak tidak menggunakan bank konvensional, karena seluruh fasilitas yang ada di Bank Konvensional sudah dapat di layani Bank Syariah atau lembaga syariah lainnya seperti BMT Al-Hakim.

Mungkin banyak dari rekan – rekan yang masih ragu atau tidak mendapat informasi tentang Bank Syariah, melaui tulisan ini saya ringkaskan perbedaan antara Bank Syariah dan Konvensional :


No.

1. Prinsip :

Bank Syariah

• Bagi hasil ( Mudharabah ) : prinsip yang di dasarkan pada pemanfaatan dana dari usaha produktif, dimana pada awal perjanjian ditetapkan porsi bagi hasil (nisbah) di antara pemilik modal dan penerima modal serta menjadi dasar perhitungan bagi hasil dari perputaran modal tersebut pada periode tertentu. Jadi tidak ada kepastian atas besar kecilnya hasil yang di peroleh dari dana investasi, semakin baik prospek usaha maka semakin besar potensi hasil yang di peroleh.

• Jual beli ( Murabaha ) : prinsip jual beli atas barang dan jasa, di mana kesepakatan ditetapkan dari Harga pokok barang/jasa di tambah dengan margin keuntungan yang di harapkan.
Prinsip : Bunga


Bank Konvensional

Bunga telah di tetapkan secara pasti di awal perjanjian dan di hitung dari pokok atau nominal pinjaman maupun penempatan dana dalam bentuk tabungan dan deposito. Tanpa mempertimbangkan pemanfaatan uang tersebut.

2. Produk Pembiayaan :

Bank Syariah

• Modal kerja / investasi di hitung berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah). Misalnya; nasabah memperoleh pembiayaan Rp. 200 jt dan di sepakati porsi bagi hasil 70% untuk bank 30% untuk nasabah, Jika 1 bulan nasabah memperoleh pendapatan Rp. 20 jt, maka bank akan memperoleh bagian sebesar 70% X Rp. 20 jt = Rp. 14 juta
• Konsumsi/Jasa dihitung berdasarkan prinsip jual beli (Murabaha), yaitu KPR, KPM, Elektronik, Jasa Pendidikan.

Misalnya, nasabah mengajukan KPR dengan harga rumah Rp 200 juta dengan jangka waktu 24 bulan, di sepakati margin 40 juta, maka nasabah akan membayar sebesar Rp. 240 jt /24 bulan, sebulan nasabah membayar sebesar Rp. 10 jt per bulan.
Produk Kredit :


Bank Konvensional

Produk modal kerja maupun konsumsi di hitung berdasarkan persentasi bunga yang berlaku dan besaran bunga yang di peroleh sudah pasti nilainya.

Misalnya nasabah mendapat kredit Rp. 200 juta, bunga 1,5% / bulan, maka nasabah membayar bunga 3 juta / bulan.

3. Fasilitas layanan :

Bank Syariah

Pembiayaan usaha/konsumsi, giro, tabungan, deposito, ATM, Internet Banking, SMS Banking, L/C, Bank Garansi, Transfer, Collection, Valas, Gadai
Fasilitas layanan :


Bank Konvensional

Kredit usaha/konsumsi, giro, tabungan, deposito, ATM, Internet Banking, SMS Banking, L/C, Bank Garansi, Transfer, Collection,

4. Pangsa Pasar :

Bank Syariah

Hanya 5% dari total pangsa pasar perbankan, atau dengan kata lain bila 5% itu diasumsikan muslim seluruhnya, berarti bila penduduk Muslim Indonesia = 80% dari 250 jt, berarti hanya 10 juta yang menjadi nasabah syariah,


Bank Konvensional

95% dari pangsa pasar perbankan Indonesia.



Jadi kesimpulan dari perbedaan di atas yang paling penting di pahami adalah dari sisi prinsip, meskipun banyak pihak yang berpandangan bahwa Bank Syariah itu hanya mengkonversi bunga kepada konsep bagi hasil atau margin. Menurut penulis ini adalah pandangan pihak yang ingin melemahkan iman umat Islam dan tidak mau melihat bank syariah maju. Bila di analisa sepintas, memang hasil akhirnya hampir sama, tetapi prosesnya sangat berbeda. Hal ini ibarat memasak ayam goreng, yang satunya menggunakan minyak babi sementara yang lainnya tidak pakai minyak babi, tetapi saat di sajikan secara fisik pasti tidak ada bedanya, karena sama – sama terlihat sebagai ayam goreng, tetapi bila di lihat prosesnya baru di ketahui bahwa yang satu halal dan lainya tidak.

Kita sebagai umat Islam harus tetap istiqomah untuk hijrah ke Bank Syariah atau BMT Al-Hakim, karena apapun pandangan tersebut, yang jelas Bank Syariah / BMT Al-Hakim, proses operasionalnya mengacu kepada Fatwa MUI, yang mana lembaga tersebut telah menjadi rujukan umat Islam dalam bermu’ammalah di bidang ekonomi. Apalagi hampir semua produk Bank Syariah melalui proses Dewan Syariah masing – masing Bank, yang anggotanya terdiri dari para Ulama ahli fiqih Syariah. Majunya Bank Syariah atau BMT Al-Hakim, lebih banyak bermanfaat buat umat Islam daripada majunya bank konvensional

Hijrah tersebut wajib di lakukan sebagaimana ; “Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah 278 : Hai orang – orang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa – sisa riba, jika kamu orang – orang beriman.” Dari ayat tersebut jelas perintahnya hanya kepada “orang beriman” sebagaimna perintah untuk melaksanakan Shalat, Puasa, Zakat dan Haji.

Wallahu a’alam bishowab